Monday, 28 December 2015

MENJADI PNS YANG PROFESIONAL, MUNGKINKAH?


Suatu pagi anak saya bertanya kepada saya :
Apa pekerjaan saya, lalu saya jawab pendek : PNS…..
Anak saya pun bertanya kembali : PNS itu singkatan dari apa?...
Pegawai Negeri Sipil, jawab saya.
Anak saya pun membalas : Wah berarti sama dong dengan Bu Guru…..
Lalu dia pun bertanya lebih lanjut : Kalau mau jadi PNS harus jago apa yah? 

Pertanyaan anak saya itu membuat saya merenung. Kalau kata profesional itu dipersepsikan sama dengan kecakapan, keahlian atau kalau menggunakan logika sederhana anak saya kata ”jago“, maka kata tersebut menjadi sepadan dengan keunggulan yang unik (dibandingkan dengan bidang pekerjaan lain). Lebih jauh, saya meneruskan kembali pertanyaan anak saya itu menjadi pertanyaan yang lebih besar, apakah layak PNS dikategorikan sebagai profesi?. Pertanyaan itu muncul karena logika berpikirnya saya bangun dari kondisi bahwa hanya dari sebuah profesi-lah, seseorang akan dapat diukur profesional atau tidak.
Perjalanan lorong waktu yang saya alami selama ”berkarya” (saya menjadi lebih berhati-hati menggunakan pilihan kata bekerja atau berprofesi) merupakan refleksi diri saya selama menjadi PNS sampai dengan saat ini.  Proses rekruitmen saya lalui dengan proses yang terstandar yaitu dimulai dari pemenuhan syarat administrasi berupa dokumen pendidikan yang wajib dilegalisasi, rekomendasi kesehatan dari institusi kesehatan, rekomendasi berkelakuan yang baik dari kepolisian, dokumen domisili serta sejumlah formulir isian yang wajib dilengkapi.  Setelah proses seleksi administrasi terlampui, dilakukan seleksi potensi kecakapan akademis termasuk berbahasa asing (bahasa inggris), dilanjutkan dengan uji psikologis, dan terakhir dengan wawancara.  Setelah melampui seluruh tahapan dan dinyatakan lulus, baru dinyatakan sebagai CPNS (calon PNS).  Untuk dapat dinyatakan (atau diangkat) sebagai PNS saya harus melalui Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan dan uji kesehatan.  Sebuah proses yang tidak sebentar dan tidak sederhana serta berbiaya tidak murah tentunya. 
Uraian di atas menggambarkan bahwa proses mencari PNS dilalui dengan serangkaian pemenuhan  “kriteria”untuk mencari “kepantasan” (sekali lagi saya belum berani menyebut” keahlian”) orang yang akan diangkat sebagai PNS.  Sebagai seorang sarjana akuntansi bersertifikat akuntan dengan pengalaman bekerja di kantor akuntan publik, saya melalui proses seleksi yang sama (tidak ada yang berbeda) dengan rekan yang lain dengan beragam pendidikan (sarjana hukum yang pernah bekerja di law firm, sarjana teknik sipil yang berpengalaman di perusahaan konstruksi, atau ragam latar belakang lainnya) dan bahkan sama dengan mereka yang belum memiliki pengalaman bekerja atau fresh graduate.  Jadi dari awal terkesan memang proses seleksinya tidak secara khusus mencari sekumpulan ahli di bidang pekerjaan tertentu, tetapi mencari mereka yang memiliki potensi keunggulan pribadi yang memenuhi kriteria tertentu. Proses seleksi “generik” ini saya yakini sebagai proses awal untuk proses berikutnya yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi keunggulan masing-masing PNS di penugasan nantinya.
 Setelah diangkat dan ditetapkan secara resmi sebagai PNS, maka bagi PNS yang ditugaskan sebagai guru, pemeriksa, widyaswara, peneliti, pustakawan, arsiparis, pranata komputer atau Jabatan Fungsional lainnya wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan ”pembentukan” serta serangkaian pengembangan kompetensi sesuai dengan jabatan fungsional tertentu tersebut.  Oleh karena itu saya meyakini bahwa jabatan fungsional adalah pilihan profesi sebagai PNS yang bisa membuat seseorang dapat diukur kadar profesionalismenya. 
Sayangnya pilihan ” profesi” atau jabatan fungsional PNS sampai dengan saat ini masih belum bisa menampung seluruh aktivitas PNS, sehingga kotak Jabatan Administrasi Umum, menjadi tempat bagi para PNS yang aktivitasnya tidak masuk dalam klasifikasi jabatan fungsional.  Bahkan beberapa PNS yang telah memiliki sertifikasi ahli pengadaan, bendahara pengeluaran, bendahara penerima, assesor, coach, dan jenis sertifikasi lainnya (yang bahkan diakui secara internasional) memilih mengembangkan kompetensi profesinya secara mandiri. 
Keputusan untuk “memilih” profesi diyakini bagi sebagian PNS tersebut sebagai “jalan hidup” selama berkarya sebagai PNS.  Tanpa pilihan profesi yang jelas, mereka merasa kehilangan makna.  Begitu pun bagi mereka yang kemudian dipercaya untuk memangku Jabatan Struktural.  Dinamisnya bongkar pasang jabatan struktural saat ini, membuat PNS harus siap lepas jabatan, sehingga sebagian dari mereka berpendapat ketika pun mereka harus mengalami hal tersebut, maka yang tersisa dari mereka sesungguhnya adalah sertifikasi profesi yang telah mereka miliki sebelumnya.  Oleh karena itu bagi mereka sungguh amat penting memiliki dan memelihara jalan hidup profesi yang telah dimilikinya.  
Sampai dengan proses berpikir ini, saya menjadi lebih percaya diri untuk menjawab pertanyaan anak saya sebelumnya…… Kalau mau jadi PNS harus jago apa yah?

  • Menjadi PNS harus mampu lulus ujian awal.
  • Setelah menjadi PNS baru memilih atau menentukan profesi dalam berkarya sebagai PNS
  • Pilihan profesi itu yang menentukan seorang PNS profesional atau tidak

Menjadi profesional memang lazimnya melalui saluran profesi karena kejelasan kompetensi teknis dan perilaku yang mengikat PNS yang bersangkutan dalam penugasannya.  Lalu apakah bagi mereka yang belum dapat mendefinisikan profesinya atau belum tersedia pilihan formal profesinya ketika menjadi PNS maka selamanya tidak akan menerima cap profesional?
Bahwa perdebatan stigma “bodoh-pintar, malas-rajin, bayarannya sama” yang melekat pada lingkungan birokrasi adalah hal yang tidak putus didiskusikan untuk menemukan formula yang dapat memenuhi rasa keadilan.  Saya khawatir profesionalitas PNS  dimaknai dengan rumus matematis korelasi antara jabatan, masa kerja, dan atribut lainnya dengan gaji, tunjangan dan unsur penghasilan lainnya.  Sehingga bekerjalah sesuai dengan rumus matematis itu maka Anda sudah profesional.  Begitupun ketika presensi kehadiran jam kerja (baik datang maupun pulang) selalu tepat waktu dimaknai sebagai sebuah prestasi kerja.  Bahkan tidak sedikit yang membanggakan kemampuan menyelesaikan pekerjaan sesuai target.  Bukankah kehadiran datang dan pulang tepat waktu (jam bekerja) serta menyelesaikan target pekerjaan sesungguhnya adalah pembuktian komitmen (bukan prestasi) Anda bekerja sebagai PNS?
Pertanyaan berikutnya yang ingin saya ajukan adalah : Bagaimana manfaat diri Anda sebagai PNS? Bukankah seringkali didengungkan PNS sebagai abdi masyarakat, aparat pelayanan publik? 
Tidak semua PNS, bahkan yang sudah menemukan profesinya dengan mudah menjawab pertanyaan ini.  Karena diluar atribut profesi yang melekat pada satus Anda sebagai PNS, sesungguhnya yang dipertanyakan adalah apa yang sudah Anda “perbuat” dan sudahkan dirasakan manfaatnya oleh publik?    
Pernahkah Anda mempertanyakan apakah selama bekerja :

  • Seberapa sering orang menyatakan kepuasan atas hasil kerja Anda, karena mungkin saja walau Anda sudah merasa mampu menyelesaikan banyak target pekerjaan, hasilnya belum berarti atau malah tidak memuaskan orang lain,
  • Seberapa banyak ide atau hal baru yang Anda kerjakan, karena siapa tahu Anda hanya baru menjalankan sesuatu yang biasa saja (business as usual), padahal masih banyak harapan orang yang belum terpenuhi,
  • Seberapa sering orang menyatakan terinspirasi dari hasil pekerjaan Anda, karena mungkin Anda baru bekerja untuk memuaskan kepentingan Anda sendiri, bagaimana tanggungjawab Anda secara sosial?,  
  • Seberapa sering hasil pekerjaan Anda menjadi rujukan bagi pihak lain.  Pernahkah Anda berpikir bahwa apa yang Anda lakukan bisa saja bermanfaat untuk skala yang lebih besar,
  • Seberapa nyaman orang bekerja dengan Anda, apakah Anda lebih mementingkan capaian individual, bagaimanakah tanggapan rekan-rekan yang lain terhadap kehadiran Anda,
  • Seberapa banyak rekan Anda (termasuk rekan senior) menaruh respek kepada Anda, apakah Anda selalu meminta atau menunggu dan mengikuti petunjuk dan arahan dari senior Anda.  Beranikah Anda untuk memulai tradisi kerja baru yang mungkin berbeda dengan kebiasaan selama ini dan membuktikan itu berhasil serta membuat rekan senior tidak merasa “dilangkahi”, 
  • Seberapa sering Anda dimintakan pendapat atau saran oleh rekan lain.  Apakah Anda lebih menyukai membangun zona nyaman bekerja dengan tenang dan sendiri, atau Anda memilih untuk menyediakan ruang berdiskusi dan memberikan pendapat yang banyak diapresiasi oleh rekan yang lain karena bermanfaat juga bagi mereka, 
  • Seberapa sering Anda membuat bahagia orang yang membutuhkan layanan dari pekerjaan Anda (karena merasa terbantu).  Apakah Anda lebih memilih untuk membantu permintaan yang sulit dari pengguna atau menyerahkannya kepada rekan lain?, 
Masih banyak pertanyaan lain yang bisa diajukan untuk meyakinkan diri sejauhmana manfaat diri Anda sebagai PNS.  Sehingga kita tidak perlu gundah ketika belum menemukan profesi diri kita sebagai PNS dan sebaliknya puas diri ketika sudah memiliki profesi tertentu sebagai PNS, karena pada akhirnya yang dipertanyakan adalah manfaat diri Anda sebagai PNS.  Oleh karena itu setiap PNS dengan penugasannya sebaiknya mendefinisikan peluang potensi manfaat yang bisa dieksploitasi dan mengaktualisasikannya sebagai pilihan peran.  Kecermatan dalam melihat peluang bermanfaat, sesuai potensi yang dimiliki, merupakan dimensi lain aplikasi thinking out of the box di lingkungan birokrasi atau sektor publik.  
Dengan demikian ukuran profesionalitas PNS tidak hanya selalu mengacu kepada kaidah profesi tertentu tetapi lebih penting adalah aktualisasi manfaat diri sesuai peran masing-masing.  Begitu pula bagi PNS yang diberikan kesempatan berperan dalam Jabatan Struktural untuk mengaktualisaikan kemampuan manajerialnya.  Hal pertama yang sebaiknya dipertanyakan kepada diri sendiri adalah manfaat diri apa yang bisa diberikan dibandingkan sebelum menduduki peran jabatan struktural tersebut.  Kalau Anda belum dapat membedakan manfaat diri Anda sebelum dan sesudah menduduki jabatan struktural tersebut, mudah untuk menyatakan bahwa Anda belum berkompeten menduduki jabatan tersebut dan itu jauh dari makna profesionalitas.
Pada akhirnya jika Manfaat Diri melalui peran masing-masing PNS menjadi saluran pembuktian profesionalitas PNS, maka sungguh menjadi kekuatan yang dahsyat ketika semua PNS “berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan” dan sesungguhnya itulah esensi makna ajakan Revolusi Mental yang digaungkan saat ini.  Oleh karena itu sekecil apa pun peran yang akan kita jalankan dan sesulit apapun kondisi lingkungan pekerjaan, jadikan itu peluang bagi diri kita untuk mengeluarkan potensi berpikir kreatif dan inovatif dalam menemukan makna diri kita sebagai PNS.  Tanpa memberikan manfaat diri sebetulnya kita akan melalui perjalanan kita sebagai PNS dengan tanpa makna, hanya atribut masa kerja, serangkaian pengalaman jabatan, tanda penghargaan, yang semuanya berlalu tanpa makna.  Saya tidak bisa membayangkan jika anak saya di kemudian hari bertanya lagi : apa yang membuat ayah bangga selama bekerja sebagai PNS?......

No comments:

Post a Comment