Apa pekerjaan saya, lalu saya jawab
pendek : PNS…..
Anak saya pun bertanya kembali : PNS
itu singkatan dari apa?...
Anak saya pun membalas : Wah berarti
sama dong dengan Bu Guru…..
Lalu dia pun bertanya lebih lanjut :
Kalau mau jadi PNS harus jago apa yah?
Pertanyaan anak saya itu membuat saya merenung. Kalau kata profesional itu dipersepsikan sama
dengan kecakapan, keahlian atau kalau menggunakan logika sederhana anak saya
kata ”jago“, maka kata tersebut menjadi sepadan dengan keunggulan yang unik (dibandingkan dengan
bidang pekerjaan lain). Lebih jauh, saya meneruskan kembali pertanyaan anak saya itu
menjadi pertanyaan yang lebih besar, apakah
layak PNS dikategorikan sebagai profesi?. Pertanyaan itu muncul karena logika berpikirnya saya
bangun dari kondisi bahwa hanya dari sebuah
profesi-lah, seseorang akan dapat diukur profesional atau tidak.
Perjalanan lorong waktu yang saya alami selama ”berkarya” (saya menjadi
lebih berhati-hati menggunakan pilihan kata bekerja atau berprofesi) merupakan refleksi diri saya selama menjadi PNS sampai dengan saat ini. Proses rekruitmen saya lalui dengan proses
yang terstandar yaitu dimulai dari pemenuhan syarat administrasi berupa dokumen pendidikan yang wajib dilegalisasi, rekomendasi
kesehatan dari institusi kesehatan, rekomendasi berkelakuan yang baik dari
kepolisian, dokumen domisili serta sejumlah formulir isian yang wajib
dilengkapi. Setelah proses seleksi
administrasi terlampui, dilakukan seleksi potensi kecakapan akademis termasuk
berbahasa asing (bahasa inggris), dilanjutkan dengan uji psikologis, dan
terakhir dengan wawancara. Setelah
melampui seluruh tahapan dan dinyatakan lulus, baru dinyatakan sebagai CPNS (calon PNS). Untuk dapat dinyatakan (atau diangkat)
sebagai PNS saya harus melalui Pendidikan
dan Pelatihan Prajabatan dan uji kesehatan.
Sebuah proses yang tidak sebentar dan tidak sederhana serta berbiaya
tidak murah tentunya.
Uraian di atas menggambarkan bahwa proses mencari PNS dilalui dengan
serangkaian pemenuhan “kriteria”untuk
mencari “kepantasan” (sekali lagi saya belum berani menyebut” keahlian”) orang
yang akan diangkat sebagai PNS. Sebagai
seorang sarjana akuntansi bersertifikat akuntan dengan pengalaman bekerja di
kantor akuntan publik, saya melalui proses seleksi yang sama (tidak ada yang
berbeda) dengan rekan yang lain dengan beragam pendidikan (sarjana hukum yang
pernah bekerja di law firm, sarjana
teknik sipil yang berpengalaman di perusahaan konstruksi, atau ragam latar
belakang lainnya) dan bahkan sama dengan mereka yang belum memiliki pengalaman
bekerja atau fresh graduate. Jadi dari awal terkesan memang proses
seleksinya tidak secara khusus mencari sekumpulan ahli di bidang pekerjaan
tertentu, tetapi mencari mereka yang memiliki potensi keunggulan pribadi yang
memenuhi kriteria tertentu. Proses seleksi “generik” ini saya yakini sebagai
proses awal untuk proses berikutnya yang berkaitan dengan pengembangan
kompetensi keunggulan masing-masing PNS di penugasan nantinya.
Setelah diangkat dan ditetapkan secara resmi sebagai PNS, maka bagi PNS
yang ditugaskan sebagai guru, pemeriksa, widyaswara, peneliti, pustakawan,
arsiparis, pranata komputer atau Jabatan
Fungsional lainnya wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan ”pembentukan” serta
serangkaian pengembangan kompetensi sesuai dengan jabatan fungsional tertentu
tersebut. Oleh karena itu saya meyakini
bahwa jabatan fungsional adalah pilihan profesi sebagai PNS yang bisa membuat
seseorang dapat diukur kadar profesionalismenya.
Sayangnya pilihan ” profesi” atau jabatan fungsional PNS sampai dengan
saat ini masih belum bisa menampung seluruh aktivitas PNS, sehingga kotak Jabatan Administrasi Umum, menjadi
tempat bagi para PNS yang aktivitasnya tidak masuk dalam klasifikasi jabatan
fungsional. Bahkan beberapa PNS yang
telah memiliki sertifikasi ahli pengadaan,
bendahara pengeluaran, bendahara penerima, assesor, coach, dan jenis
sertifikasi lainnya (yang bahkan diakui secara internasional) memilih
mengembangkan kompetensi profesinya secara mandiri.
Keputusan untuk “memilih” profesi diyakini bagi sebagian PNS tersebut
sebagai “jalan hidup” selama berkarya sebagai PNS. Tanpa pilihan profesi yang jelas, mereka
merasa kehilangan makna. Begitu pun bagi
mereka yang kemudian dipercaya untuk memangku Jabatan Struktural. Dinamisnya bongkar pasang jabatan struktural
saat ini, membuat PNS harus siap lepas
jabatan, sehingga sebagian dari mereka berpendapat ketika pun mereka harus
mengalami hal tersebut, maka yang tersisa dari mereka sesungguhnya adalah
sertifikasi profesi yang telah mereka miliki sebelumnya. Oleh karena itu bagi mereka sungguh amat
penting memiliki dan memelihara jalan hidup profesi yang telah dimilikinya.
Sampai dengan proses berpikir ini, saya menjadi lebih percaya diri untuk
menjawab pertanyaan anak saya sebelumnya…… Kalau
mau jadi PNS harus jago apa yah?
- Menjadi PNS harus mampu lulus ujian awal.
- Setelah menjadi PNS baru memilih atau menentukan profesi dalam berkarya sebagai PNS
- Pilihan profesi itu yang menentukan seorang PNS profesional atau tidak
Menjadi profesional memang lazimnya melalui saluran profesi karena
kejelasan kompetensi teknis dan perilaku yang mengikat PNS yang bersangkutan
dalam penugasannya. Lalu apakah bagi
mereka yang belum dapat mendefinisikan profesinya atau belum tersedia pilihan
formal profesinya ketika menjadi PNS maka selamanya tidak akan menerima cap
profesional?
Bahwa perdebatan stigma “bodoh-pintar, malas-rajin, bayarannya sama”
yang melekat pada lingkungan birokrasi adalah hal yang tidak putus didiskusikan
untuk menemukan formula yang dapat memenuhi rasa keadilan. Saya khawatir profesionalitas PNS dimaknai dengan rumus matematis korelasi antara
jabatan, masa kerja, dan atribut lainnya dengan gaji, tunjangan dan unsur
penghasilan lainnya. Sehingga bekerjalah
sesuai dengan rumus matematis itu maka Anda sudah profesional. Begitupun ketika presensi kehadiran jam kerja
(baik datang maupun pulang) selalu tepat waktu dimaknai sebagai sebuah prestasi
kerja. Bahkan tidak sedikit yang
membanggakan kemampuan menyelesaikan pekerjaan sesuai target. Bukankah kehadiran datang dan pulang tepat
waktu (jam bekerja) serta menyelesaikan target pekerjaan sesungguhnya adalah pembuktian komitmen (bukan prestasi) Anda bekerja sebagai PNS?
Pertanyaan berikutnya yang ingin saya ajukan adalah : Bagaimana manfaat diri Anda sebagai PNS? Bukankah seringkali
didengungkan PNS sebagai abdi masyarakat, aparat pelayanan publik?
Tidak semua PNS, bahkan yang sudah menemukan profesinya dengan mudah menjawab
pertanyaan ini. Karena diluar atribut
profesi yang melekat pada satus Anda sebagai PNS, sesungguhnya yang
dipertanyakan adalah apa yang sudah Anda “perbuat” dan sudahkan dirasakan
manfaatnya oleh publik?
Pernahkah Anda mempertanyakan apakah selama bekerja :
- Seberapa sering orang menyatakan kepuasan atas hasil kerja Anda, karena mungkin saja walau Anda sudah merasa mampu menyelesaikan banyak target pekerjaan, hasilnya belum berarti atau malah tidak memuaskan orang lain,
- Seberapa banyak ide atau hal baru yang Anda kerjakan, karena siapa tahu Anda hanya baru menjalankan sesuatu yang biasa saja (business as usual), padahal masih banyak harapan orang yang belum terpenuhi,
- Seberapa sering orang menyatakan terinspirasi dari hasil pekerjaan Anda, karena mungkin Anda baru bekerja untuk memuaskan kepentingan Anda sendiri, bagaimana tanggungjawab Anda secara sosial?,
- Seberapa sering hasil pekerjaan Anda menjadi rujukan bagi pihak lain. Pernahkah Anda berpikir bahwa apa yang Anda lakukan bisa saja bermanfaat untuk skala yang lebih besar,
- Seberapa nyaman orang bekerja dengan Anda, apakah Anda lebih mementingkan capaian individual, bagaimanakah tanggapan rekan-rekan yang lain terhadap kehadiran Anda,
- Seberapa banyak rekan Anda (termasuk rekan senior) menaruh respek kepada Anda, apakah Anda selalu meminta atau menunggu dan mengikuti petunjuk dan arahan dari senior Anda. Beranikah Anda untuk memulai tradisi kerja baru yang mungkin berbeda dengan kebiasaan selama ini dan membuktikan itu berhasil serta membuat rekan senior tidak merasa “dilangkahi”,
- Seberapa sering Anda dimintakan pendapat atau saran oleh rekan lain. Apakah Anda lebih menyukai membangun zona nyaman bekerja dengan tenang dan sendiri, atau Anda memilih untuk menyediakan ruang berdiskusi dan memberikan pendapat yang banyak diapresiasi oleh rekan yang lain karena bermanfaat juga bagi mereka,
- Seberapa sering Anda membuat bahagia orang yang membutuhkan layanan dari pekerjaan Anda (karena merasa terbantu). Apakah Anda lebih memilih untuk membantu permintaan yang sulit dari pengguna atau menyerahkannya kepada rekan lain?,
Masih banyak pertanyaan lain yang bisa diajukan untuk meyakinkan diri
sejauhmana manfaat diri Anda sebagai PNS.
Sehingga kita tidak perlu gundah ketika belum menemukan profesi diri
kita sebagai PNS dan sebaliknya puas diri ketika sudah memiliki profesi tertentu
sebagai PNS, karena pada akhirnya yang dipertanyakan adalah manfaat diri Anda
sebagai PNS. Oleh karena itu setiap PNS
dengan penugasannya sebaiknya mendefinisikan peluang potensi manfaat yang bisa
dieksploitasi dan mengaktualisasikannya sebagai pilihan peran. Kecermatan dalam melihat peluang bermanfaat,
sesuai potensi yang dimiliki, merupakan dimensi lain aplikasi thinking out of the box di lingkungan
birokrasi atau sektor publik.
Dengan demikian ukuran profesionalitas PNS tidak hanya selalu mengacu
kepada kaidah profesi tertentu tetapi lebih penting adalah aktualisasi manfaat
diri sesuai peran masing-masing. Begitu
pula bagi PNS yang diberikan kesempatan berperan dalam Jabatan Struktural untuk mengaktualisaikan kemampuan manajerialnya. Hal pertama yang sebaiknya dipertanyakan
kepada diri sendiri adalah manfaat diri apa yang bisa diberikan dibandingkan
sebelum menduduki peran jabatan struktural tersebut. Kalau Anda belum dapat membedakan manfaat
diri Anda sebelum dan sesudah menduduki jabatan struktural tersebut, mudah
untuk menyatakan bahwa Anda belum berkompeten menduduki jabatan tersebut dan
itu jauh dari makna profesionalitas.
Pada akhirnya jika Manfaat Diri
melalui peran masing-masing PNS menjadi saluran pembuktian profesionalitas PNS,
maka sungguh menjadi kekuatan yang dahsyat ketika semua PNS “berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan” dan
sesungguhnya itulah esensi makna ajakan Revolusi Mental yang digaungkan saat
ini. Oleh karena itu sekecil apa pun
peran yang akan kita jalankan dan sesulit apapun kondisi lingkungan pekerjaan,
jadikan itu peluang bagi diri kita untuk mengeluarkan potensi berpikir kreatif
dan inovatif dalam menemukan makna diri kita sebagai PNS. Tanpa memberikan manfaat diri sebetulnya kita
akan melalui perjalanan kita sebagai PNS dengan tanpa makna, hanya atribut masa
kerja, serangkaian pengalaman jabatan, tanda penghargaan, yang semuanya berlalu
tanpa makna. Saya tidak bisa membayangkan jika anak saya di kemudian hari bertanya
lagi : apa yang membuat ayah bangga selama bekerja sebagai PNS?......
No comments:
Post a Comment