Ketika Engkau datang,
orang sekelilingmu bahagia
Ketika Engkau pergi,
orang sekelilingmu menangis
Itulah ciri pribadi
yang bermanfaat dan dicintai
Pak Daeng atau pria bernama lengkap
Daeng Mochamad Nazier adalah salah satu legenda hidup di BPK. Mantan pejabat eselon
I yang menghabiskan masa baktinya di BPK pada akhir Tahun 2012 itu adalah role model seorang pejabat yang memiliki
jiwa kepemimpinan yang kuat. Semua orang – baik atasan, kolega, apalagi bawahan
– menaruh respek yang besar kepada dirinya. Determinasinya dalam bekerja diakui
oleh semua kalangan telah membawa perubahan yang signifikan kendati beliau hanya
mengabdi di BPK kurang lebih hanya lima tahun saja. Orang-orang muda BPK yang tengah dipenuhi semangat perubahan, tiba-tiba kedatangan sosok yang mampu mengajak mereka "berlari" hingga membuat BPK menjadi tempat bekerja yang "pantas" untuk dibanggakan. Maka dari itu, pantas saja ketika beliau memasuki
masa purnabakti, banyak orang “menangis” karena kehilangan sosok pemimpin sekaligus
guru yang mengajarkan banyak hal luar biasa dalam bekerja.
“Saya takut tidak cukup pantas untuk
menerima penghasilan sebesar nilai remunerasi yang saya terima sekarang”. Kurang
lebih, kalimat itulah yang terlontar dari lisan Pak Daeng ketika BPK resmi mendapatkan
remunerasi yang cukup besar sebagai apresiasi atas keberhasilan BPK
mengimplementasikan reformasi birokrasi. Tampak sekali di mata kami sebagai anak
buahnya, beliau mengajarkan bahwa bertambahnya penghasilan bukan hanya untuk disyukuri,
tetapi juga disadari sebagai beban yang harus dibayar dengan kerja keras dan prestasi.
Tentu saja, kalimat yang dilontarkan beliau itu terasa mendalam dan berkesan bagi
kami karena kata-kata itu wujud dalam perbuatan dan kesungguhan beliau dalam bekerja.
Bukti integritas diri Pak Daeng nampak
sekali dalam hal “jam kerja” beliau yang tidak mengenal kata lelah. “Tidak ada waktu”
bukanlah kata-kata yang ada dalam kamus hidup beliau. Beliau sering sekali menyambangi
kami ketika kami kerja sampai larut malam. Pukul 11 atau 12 malam merupakan hal
biasa bagi beliau untuk membahas pekerjaan bersama kami. Tidak sampai di situ,
jika beliau tidak bisa hadir, beliau minta hasil pekerjaan itu di-email atau print out-nya dikirim kerumah beliau jam
berapapun. Suatu kesempatan, kami mengirim print
out pekerjaan ke rumah beliau pukul 3 pagi. Luar biasanya, pukul 8 esok paginya,
beliau sudah datang ke tempat kami kerja dan di kertas yang semalam kami kirim itu
sudah penuh dengan coretan koreksian. Terbayar rasanya semua lelah dan letih
akibat kerja lembur ngejar deadline.
Respon luar biasa dari beliau yang rela membaca hasil kerja kami pada jam-jam
istirahat membuat kami merasa “dihargai” dan kami merasa kalau beliau selalu
bersama dan menemani kami bekerja.
Begitulah rasanya bekerja keras bersama
pemimpin yang juga mau sama-sama bekerja keras. Beliau tidak hanya memerintah,
tapi juga memberi contoh serta selalu “hadir” dalam setiap aktivitas anak buahnya.
Bekerja bersama Pak Daeng bak berlatih yoga. Kami diajak beliau untuk bekerja melebihi
batas kemampuan yang ada sekarang, tetapi pada akhirnya terbiasa dan malah menikmatinya.
Demikian, salah satu pejabat eselon 3 di bawah Pak Daeng saat itu, yaitu Ibu Felicia
Yudhaningtyas melukiskan.
Lebih dari itu, pada suatu hari
kami rapat bersama beliau. Saat itu wajah beliau terlihat pucat sehingga kami
tahu kalau beliau sedang kurang sehat. Lalu kami tanya, “Bapak sakit?“ Lalu beliau
menjawab kalau baru saja pulang dari rumah sakit untuk memeriksakan lambungnya.
“Saya masih pusing” kata beliau. Ternyata beliau baru saja melakukan pemeriksaan
endoskopi. Salah satu prosedur yang
harus dijalani dalam pemeriksaan itu, pasien harus meminum sejenis cairan mirip
susu sebelum alat endoskopi dimasukan kedalam tubuh melalui mulut. Cairan itulah
yang efeknya masih dirasakan oleh Pak Daeng sampai dengan beliau rapat bersama
kami. Lagi-lagi di kala itu kami dibuat tercengang dengan semangat kerja beliau.
Seakan-akan energi beliau itu tidak ada batasnya sampai kami kehabisan
kata-kata untuk melukiskan etos kerja beliau, padahal masih banyak cerita tentang
determinasi Pak Daeng dalam bekerja yang tidak dapat kami ceritakan di sini.
Satu lagi keistimewaan pria yang
setelah pensiun dari BPK diangkat oleh Menteri Keuangan Chatib Basri menjadi Ketua
Komite Pengawas Perpajakan itu adalah konsistensinya untuk tampil sebagai pribadi
yang saleh. Beliau termasuk sedikit dari sekian banyak pejabat eselon I yang disipilin
dalam menjaga shalat tepat waktu dan berjamaah di masjid. Setiap 10 hari terakhir
Ramadhan, beliau selalu cuti untuk melakukan itikaf walaupun tetap ngantor dan bekerja
seolah-olah tidak sedang cuti. Luar biasa!! Malam beliau itikaf, siangnya ngantor.
Pengambilan cuti hanya untuk mendapatkan fleksibilitas waktu, karena kalau tidak
diperlukan, beliau tidak perlu ke kantor. Sebuah tauladan yang luar biasa. Beliau
membuktikan bahwa kesungguhan dalam spiritualitas bukan merupakan penghalang untuk
berprestasi.
Kesalehan Pak Daeng juga tercermin
di keluarga terutama di pasangan hidup. Para ibu dharma wanita sering menceritakan
kalau istri Pak Daeng itu memiliki sikap rendah hati. Syahdan, dalam suatu
acara family gathering BPK, Bu Daeng pernah ditanya oleh seorang istri pejabat lainnya
yang kebetulan adalah anak buah Pak Daeng Sendiri. “Suami ibu kerja di sini ya?”
tanya si istri pejabat. “Ya, alhamdulillah suami saya dipercaya menjadi kepala satpam”
jawab Bu Daeng sambal tersenyum serta dengan wajah yang ramah. Bayangkan!!
Suatu jawaban beyond expectation yang
keluar dari lisan seorang istri pejabat tinggi. Tidak ada kesan tersinggung pada
diri Bu Daeng bahwa istri anak buah suaminya tidak tahu “siapa” dirinya.
Bandingkan dengan istri pejabat lain, sudah barang tentu dapat dibayangkan jawaban
apa yang akan terlontar. Hal itu mencerminkan kuatnya nilai diri Pak Daeng yang
juga direfleksikan oleh anggota keluarganya.
Demikian istimewanya Pak Daeng,
kami merasa bahwa sampai saat ini belum ada sosok yang dapat menggantikan beliau.
Beliau adalah sosok pemimpin “paket lengkap” yang selalu kami rindukan untuk membuat
bangsa ini lebih baik lagi ke depan. Bangsa ini butuh pemimpin yang memiliki determinasi
yang luar biasa dalam bekerja, tetapi sekaligus memiliki pribadi yang saleh seperti
beliau. Selamat menjalani masa purnabakti Pak! Selamat berkarya di tempat lain!
Kami rindu Bapak.
Baca Juga: